Indotextiles, lembaga riset pertekstilan nasional, memperkirakan kerugian yang dialami produsen kain dan benang bisa lebih besar tiga hingga empat kali lipat jika kerugian tersebut dihitung sejak membanjirnya impor pada 2005.
Direktur Eksekutif Indotextiles Redma Gita Wirawasta mengatakan kerugian tersebut dihitung berdasarkan potensi penjualan tahunan yang hilang akibat lonjakan impor hanya sejak tahun lalu.
Hingga semester I/2010, ungkapnya, volume impor kain dan benang melonjak 25% dibandingkan dengan impor pada semester I/2009 dari 213.000 ton menjadi 266.250 ton. Dari total impor itu, sekitar 60% atau setara dengan 159.750 ton adalah produk kain dan benang dari kapas (cotton).
“Besarnya impor sejak tiga tahun terakhir telah mengganggu kinerja industri kain dan benang dari kapas di dalam negeri. Beberapa perusahaan baik berbasis kain dan benang bahkan telah menutup usahanya karena kalah berkompetisi dengan produk impor,” katanya kepada Bisnis.com, hari ini.
Saat ini, sekitar 11 produsen benang kapas dan kain tenun dari kapas di dalam negeri terpaksa tutup karena terdesak oleh produk sejenis dari impor.
Kesebelas perusahaan itu terdiri dari delapan produsen kain tenunan kapas, dan tiga produsen benang kapas. Kedelapan produsen kain tenunan kapas yang gulung tikar itu adalah PT Sinar Sari Tekstil, PT Parotex, PT Kusuma Sandang Mekar, PT Kencana Murni Baru, PD Aneka Usaha, PT Harapan Semesta Tex, PT Graha Tex, dan PT Cisatex Pertenunan.
Adapun tiga produsen benang kapas yang mengalami nasib serupa adalah PT Dasar Rukun, PT Dawai Indah Adi, dan PT Paninitex. Hingga tahun ini, jelas Redma, terdapat sekitar 150 perusahaan pemintalan benang kapas (spinner) dan sekitar 500 perusahaan kain (weaving, knitting dan nonwoven).