"Industri yang mendapat bantuan disesuaikan dengan persayaratan Cina karena mereka sudah tentukan," kata Direktur Eksekutif LPEI I Made Gede Erata di sela penandatanganan kerjasama pembiayaan investasi antara LPEI dengan Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) dan Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) di Jakarta, Kamis (29/7).
Suku bunga pinjaman itu mengacu pada London Inter Bank Offered Rate (LIBOR), kurs suku bunga harian tanpa jaminan antarbank di pasar uang London. Tiap bulan bunga berubah, tapi diharapkan perubahan tak lebih tinggi dari bunga komersial dan di kisaran satu digit berdenominasi rupiah. Tapi, untuk denominasi dolar Amerika Serikat tingkat bunga akan berbeda.
Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu mengatakan, bantuan pinjaman lunak tersebut merupakan kompensasi dari perjanjian pasar bebas ASEAN-Cina. Negeri Panda setuju memberikan bantuan berupa pinjaman lunak untuk sektor yang berpotensi tak mampu bersaing dengan produk Cina, seperti tekstil dan alas kaki.
"Kedua pihak (Cina-Indonesia) sepakat meningkatkan kerja sama di bidang pembiayaan untuk sektor yang berpotensi mengalami masalah persaingan," katanya. Bantuan ini bertujuan meningkatkan investasi dan kapasitas produksi, baik untuk ekspor maupun pemenuhan konsumsi dalam negeri.
Pemerintah Beijing berkomitmen menyalurkan bantuan pinjaman lunak dengan nilai total US$ 350 juta atau setara Rp 31,5 triliun. Selain dari China Eximbank, pinjaman US$ 250 juta atau sekitar Rp 2,25 triliun akan diberikan lewat Industrial and Commercial Bank of China.
Bantuan itu kelak tak hanya untuk sektor tekstil dan sepatu. Berikutnya penandatanganan kerja sama akan dilakukan dengan industri kakao, elektronik, pertanian, dan tambang. Namun pinjaman tersebut belum menyasar ke sektor baja, yang juga terkena dampak cukup serius akibat penerapan pasar bebas.
Bantuan tersebut nantinya dialokasikan untuk membeli mesin baru dari Cina. "Dengan bunga rendah, industri bisa berkompetisi. Tapi saya harap portofolio kredit juga diperbesar," kata Menteri Perindustrian MS Hidayat. Bantuan pembiayaan ini diharapkan bisa meringankan Aprisindo dan API dari masalah persaingan pasar bebas.
Sejauh ini selusin perusahaan sudah mengajukan pinjaman US$ 2 juta. Total investasi di sektor ini Rp 4,2 triliun. Lebih dari 40 persen di antaranya menggunakan mesin Cina karena harganya lebih murah. "Kalau pakai mesin baru konsumsi energi bisa lebih rendah dan daya saing naik," ujar Ketua Umum API, Ade Sudrajat.
Jika pinjaman normal hanya berjangka dua sampai tiga tahun, maka bantuan dari Lembaga Pembiayaan ini dapat diperpanjang sampai 10 tahun dengan bunga rendah. "Letter of credit (LC) kita selama ini tak bisa dipakai untuk ekspor, namun LPEI akan membantu," kata Ketua Umum Aprisindo Eddy Widjanarko.