Anggota Komisi VI DPR (F-Demokrat) Azam Azman Natawijana mengatakan lemahnya pengawasan dari dua instansi tersebut menyebabkan produk-produk nonstandar yang beredar di pasar domestik sangat marak. Kondisi tersebut dinilai merusak persaingan pasar di dalam negeri.
“SNI merupakan standar yang telah diatur oleh Menteri Perindustrian yang bertujuan untuk melindungi produk industri dari pemalsuan dan melindungi konsumen untuk mendapatkan produk berkualitas. Namun, kenyataannya, pengawasan dari kedua instansi ini tidak berjalan,” kata Azam dalam raker Komisi VI DPR dengan Kemenperin, malam ini.
Rapat yang masih berlangsung tersebut membahas enam butir masalah yakni pencapaian target kinerja Kemenperin hingga Juni 2010, penyerapan anggaran, efisiensi dan optimalisasi anggaran, serta rincian program kerja terkait dengan sejumlah proyek revitalisasi di industri gula dan pupuk.
Menurut Azam, lemahnya pengawasan menyebabkan pelanggaran SNI semakin marak. Selain itu, tak adanya sanksi tegas dari kedua instansi menyebabkan penyelundupan barang nonstandar kian membesar. “Setiap pelanggaran perlu punishment yang lebih tegas sehingga tak ada lagi SNI yang dimanipulasi,” katanya.
Anggota Komisi VI DPR (F-Demokrat) Abdurrahman Abdullah mengatakan minimnya pengawasan diduga karena terbatasnya anggaran. Atas dasar itu, DPR meminta Kemenperin menjabarkan anggaran pengawasan SNI.
“Kalau anggarannya kurang, harus ditambah agar pengawasannya optimal,” katanya. Wakil Menteri Perindustrian Alex S.W. Retraubun menjelaskan saat ini Kemenperin merumuskan rancangan SNI (RSNI) sebanyak 110 judul di mana 40% di antaranya berada dalam tahap rapat teknis. Adapun sisanya 60% masih dalam tahap finalisasi draf RSNI di tingkat konseptor yang ditargetkan selesai pada akhir semester I/2010.