ASOSIASI PERTEKSTILAN INDONESIA (API DKI JAYA)
  • Beranda
    • Tentang kami
  • Berita
  • DAFTAR
  • Anggota
    • Garmen
    • Pemintalan(Spinning)
    • Pertenunan(Weaving)
    • Assesories
    • Trading
    • Lab.Test
    • Lainnya
  • Download
    • Formulir Pendaftaran API DKI
    • Restrukturiasi Mesin 2018
    • Form dan Info Penting
    • Kajian
    • Regulasi
    • Newsletter API DKI Jakarta
  • Gallery
    • Profil
    • Foto
  • Links Anggota
    • Penyampaian
  • Links Internasional
  • Links Nasional
  • BeritaIndustri Padat Karya Dapat Keringanan Pajak Pemerintah memberikan insentif untuk industri padat karya berupa keringanan pembayaran pajak penghasilan (PPh). Insentif tersebut diberikan kepada lima industri yaitu furniture, garmen, tekstil, mainan ana
  • Peraturan
  • Formulir Pendaftar API DKI
  • Regulasi 2018

Memperin Resmikan Pabrik PT Indo Kordsa Tbk

30/1/2015

0 Comments

 


Memperin Resmikan Pabrik PT Indo Kordsa Tbk

Menteri Perindustrian Saleh Husin meresmikan pabrik
kedua PT Indo Kordsa Tbk dengan nilai investasi
hampir 100 juta dolar AS yang mampu memproduksi
18 kilo ton kain dan 14 kilo ton benang polyester di
Citeureup, Bogor belum lama ini. Menteri Perindustrian
Saleh Husin mengatakan bahwa pihaknya sangat
mengapresiasi PT Indo Kordsa Tbk yang telah
menerapkan advanced textile sejak 1985 untuk
keperluan otomotif dan terus melakukan
pengembangan.

Dengan tambahan dua line produksi diharapkan dapat
meningkatkan kapasitas produksi Tyre Cord Fabric
(TCF)dari 24 kilo ton menjadi 42 kilo ton per tahun.
Pemerintah juga berharap akan semakin banyak
produsen Tekstil dan Produk Tekstil (TPT)dalam
negeri yang dapat melakukan diversifikasi pada
produknya. Sehingga industri TPT berbasis teknologi
tinggi dapat berkembang dengan baik, mengingat
semakin berkembangnya pembangunan infrastruktur
di dalam negeri serta semakin meningkatnya
kebutuhan produk advanced textile.

Dalam aplikasinya, penggunaan produk TPT berbasis
teknologi tinggi lebih luas jika dibandingkan dengan
produk TPT standar. Selain pada pakaian jadi, produk
TPT berbasis teknologi tinggi juga dapat diaplikasikan
pada bidang pertanian, pembangunan konstruksi,
pembangunan infrastruktur, kesehatan, pertahanan,
kesehatan, transportasi dan lain sebagainya.

Selanjutnya untuk memanfaatkan dan mengamankan
pasar dalam negeri dengan jumlah penduduk lebih
dari 240 juta jiwa upaya yang dilakukan diantaranya
dengan meningkatkan upaya pengendalian impor dan
pengamanan pasar dalam negeri melalui kebijakan
non-tariff seperti penerapan SNI Wajib, P3DN, dan
perlindungan yang diperlukan melalui trade remedies
(safeguard, bea masuk Anti dumping)maupun
instrumen perdagangan lainnya.
Selanjutnya untuk memanfaatkan dan mengamankan
pasar dalam negeri dengan jumlah penduduk lebih
dari 240 juta jiwa upaya yang dilakukan diantaranya
dengan meningkatkan upaya pengendalian impor dan
pengamanan pasar dalam negeri melalui kebijakan
non-tariff seperti penerapan SNI Wajib, P3DN, dan
perlindungan yang diperlukan melalui trade remedies
(safeguard, bea masuk Anti dumping)maupun
instrumen perdagangan lainnya.

Digestex
0 Comments

Pan Brother Bangun Tujuh Pabrik Baru

16/4/2014

0 Comments

 
Pan Brother Bangun Tujuh Pabrik
Baru

Ditengah tertatih-tatihnya industri tekstil
dan garmen dalam negeri terhadap
serbuan barang impor dan melemahnya
daya saing dengan produk luar, rupanya
masih ada keyakinan dari PT Pan Brother
Tbj (PBRX) untuk mencetak pertumbuhan
penjualan dan laba di tahun politik saat
ini.

Corporate Secretary PT Pan Brother Tbk
Iswar Deni mengatakan, pihaknya
mengincar pertumbuhan pendapatan
sampai akhir tahun meningkat 30%.
Bahkan, perseroan juga menargetkan
kontribusi pendapatan hingga lima tahun
mendatang sebesar 15%,”Pertumbuhan
itu didorong oleh pembangunan tujuh
pabrik Pan Brothers. Dalam pembangunan
pabrik tersebut, perseroan menyiapkan
dana sebesar US$ 60 juta,”ujarnya dalam
siaran persnya di Jakarta, kemarin.

Dia menuturkan, empat pabrik komersial
direncanakan beroperasi pada
pertengahan tahun ini. Sementara itu, dua
pabrik baru komersial direncanakan dapat
beroperasi di pertengahan 2015 serta satu
pabrik baru komersial yang sudah bisa
beroperasi di pertengahan 2016.

Kata Iswar, tujuan pembangunan tujuh
pabrik untuk penambahan kapasitas
produksi. “Saat ini kami menghasilkan 42
juta potong pakaian pertahun, dengan
menambahkan tujuh pabrik maka kita bisa
memperoleh 30 juta potong pakaian
lagi,”ujarnya.

Dia menjelaskan, pembangunan pabrik
memang beroperasi secara bertahap,
sehingga peningkatan pendapatan baru
bisa dirasakan perseroan setelah tujuh
pabrik tersebut secara keseluruhan dapat
beroperasi. Sebagai informasi, tahun ini,
penjualan bersih perseroan per 31
Desember 2013 sebesar US$ 339,7 juta.
Angka tersebut meningkat 18,52% dari
penjualan bersih tahun sebelumnya dari
US$ 286,6 juta.

Direktur Utama PBRX Ludijanto Setijo
mengatakan, penjualan bersih pada 2013
lalu paling besar dikontribusikan oleh
penjualan ekspor sebesar US$ 323,2 juta.
Peningkatan penjualan ekspor tersebut
naik 13,3% dari penjualan ekspor di 2012
dari US$ 285,1 juta,”Sementara penjualan
lokal mencapai US$ 16,4 juta dari US$ 1,5
juta pada penjualan tahun 2012,” kata
Ludijanto.

Saat ini, kontribusi penjualan bersih Pan
Brother masih didominasi oleh bisnis
garmen yang mengeskpor ke negara
Amerika Serikat, Eropan, Asia, dan negara
lainnya. Pada penjualan ekspor, garmen
masih menjadi pemimpin pasar yakni
sekitar US$ 315,8 juta. Sementara
penjualan ekspor tekstil berkontribusi
sebesar US$ 9,1 juta dan penjualan lokal
tekstil menyumbang US$ 14,6 juta.
(Digestex Maret 2014)
0 Comments

Produk buatan Indonesia tembus Pasar Eropa

16/4/2014

0 Comments

 
Produk buatan Indonesia tembus
Pasar Eropa

Industri garmen dan apparel di Indonesia
tak bisa dipandang sebelah mata karena
sudah mendunia. Produk-produk jersey
tim sepakbola dunia berlabel Made
in Indonesia asal Boyolali dan Semarang
bisa dibeli di toko-toko merchandise,
fanshop atau toko olahraga di Eropa.

Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan
Indonesia (API) Ade Sudrajat mengatakan
sudah lama produk apparel buatan
Indonesia meramaikan pasar di luar
negeri. Alasannya, pembeli di Eropa
sengaja meminta pasokan dari berbagai
negara termasuk Indonesia dengan
pertimbangan bisnis.

"Indonesia ada, Vietnam juga ada. Ada
juga dari China, karena itu setiap
pemegang merek di piala dunia, itu pasti
menempatkan ordernya di suatu negara.
Karena itu untuk menjamin ketibaan
barang tepat pada waktunya," kata Ade.
Ade menjelaskan, jika suatu negara tidak
bisa memasok produk sesuai dengan
kuantitas yang dibutuhkan, maka
produknya bisa ditutupi oleh hasil dari
negara lain.

"Karena itu sudah biasa. Dari pembeli
Eropa, Amerika itu sangat berhati-hati.
Misalkan sedang bencana (Gunung Kelud)
seperti ini, kita tidak bisa memasok, jadi
ada barang dari negara lain," katanya.

Ada yang menarik dari bisnis ini, Ade
mengatakan jika tim yang dibuatkan
produk kaosnya menunjukkan performa
buruk di sebuah pertandingan atau liga,
maka harga produknya akan turun.
Sehingga penjual mengantisipasi produk
tersebut akan tidak laku.

"Itu sudah kebijakan dari store-nya. Kalau
tim unggulan biasanyaa repeat order
(pesan ulang)," tambah Ade.

Sudah puluhan tahun produk tekstil,
garmen asli Indonesia masuk ke pasar
Eropa dan negara-negara lain di dunia.
Bahkan, beberapa tahun lalu, bola buatan
Majalengka, Jawa Barat sempat dipakai
untuk gelaran piala dunia. (Digestex Maret 2014)
0 Comments

20 % Ekspor Garment Nasional berasal dari Batik

16/4/2014

0 Comments

 
20 % Ekspor Garmen Nasional
berasal dari Batik

Ketua Umum Yayasan Karya Kreatif
Nusantara Iman Sucipto Umar
mengatakan sepanjang 2013, batik dan
tenun hanya menyumbangkan 20 persen
total ekspor garmen nasional.

"Kalau dikira-kira, dari total ekspor garmen
kita tahun 2013, yang batik dan tenun itu
hanya 20 persen," kata Iman Sucipto
Umar, dijumpai seusai acara Deklarasi
Busana Indonesia di Jakarta.

Dia menyampaikan pada 2013 total ekspor
garmen nasional sebesar 7,52 miliar dolar
AS. Jumlah tersebut masih tergolong
rendah dibandingkan Vietnam yang
mampu mengekspor garmen senilai 14,7
miliar dolar AS, Turki senilai 24,29 miliar
dolar AS, Bangladesh senilai 19,95 miliar
dolar AS, dan China senilai 159,6 miliar
dolar AS.

"Makanya perlu ditingkatkan agar ekspor
batik dan tenun juga meningkat. Apalagi
industri garmen ditunjang perusahaan
industri, desainer dan perkembangan
fashion serta masyarakat di Indonesia,"
kata Iman.

Lebih jauh dia mengatakan bahwa acara
Deklarasi Busana Indonesia hanya
merupakan langkah awal mendukung
batik dan tenun, dengan menyatukan
seluruh pemangku kepentingan.

Ke depan, menurut dia, perlu dilakukan
pertemuan antar kementerian agar
pemerintah berkomitmen memajukan
batik nasional. "Kalau perlu undang partai
politik untuk mendeklarasikan mendukung
batik," kata dia. (Digestex Maret 2014)
0 Comments

Bahan Baku Tekstil bersumber dari Impor

16/4/2014

0 Comments

 

Bahan Baku Tekstil bersumber dari Impor

Indonesia masih mengandalkan bahan baku impor untuk memproduksi produk fesyen. Menurut
Direktur Jenderal Industri Kecil dan Menengah Kementerian Perindustrian Euis Saedah, saat ini
impor bahan baku tekstil mencapai US$5,6 miliar. Namun demikian, ekspor produk tekstil yang
mencapai US$10,9 miliar atau lebih tinggi dari pada impornya sehingga di sektor tekstil tidak
mengalami defisit.

“Untuk bahan baku produk fasyen, Indonesia masih mengimpor sebesar US$5,6 miliar sementara
ekspornya mencapai US$10,9 miliar. Ini terlihat masih surplus, akan tetapi kalau dilihat lebih dalam
lagi impor lebih banyak digunakan untuk komunitas fasyen atau UKM. Harusnya barang-barang
impor tersebut dipenuhi dari dalam negeri,” ungkap Euis saat membuka konferensi pers Indonesia
Fashion Week 2014 di Jakarta, Kamis (13/2).

Ia menjelaskan bahwa bahan baku tekstil yang sering diimpor dan sangat dibutuhkan di dalam
negeri adalah jenis serat buatan seperti polyester dan serat rayon. Pemerintah ingin penggunaan
bahan baku serat buatan bisa dialihkan ke serat alam. Menurutnya hal itu akan dilakukan secara
bertahap mengingat produksi serat alam Indonesia cukup banyak dan berlimpah. “Bagaimana porsi
impor kita ini kita isi dengan serat alam secara bertahap apakah 5%, 10% atau kalau bisa
semuanya. Bahan baku dari mana? fesyen Indonesia memang sangat kuat di rayon dan polyester,”
katanya.

Selama 10 tahun terakhir, kementeriannya mencoba menggali Sumber Daya Alam yang bisa
dimanfaatkan untuk menjadi bahan baku teksil. Indonesia punya pasokan serat alami seperti
sutera, katun dan SANT (Serat Alam Non Tekstil). “Ternyata ada juga dari pisang, nenas, sedang
terus kami dorong untuk menghasilkan serat alam dan warna alam yang kami coba diangkat
dengan teknologi yang ada menjadi teknologi tinggi,” ungkapnya

Sementara itu, berdasarkan data BPS pada periode Januari–November 2013, nilai ekspor produk
fesyen mencapai US$ 10,97 miliar, atau meningkat 4,4% dibandingkan periode yang sama tahun
lalu. Sedangkan bila dilihat dalam kurun waktu lima tahun terakhir (2008–2012), ekspor produk
fesyen terus mengalami tren pertumbuhan sebesar 10,95% per tahun. Adapun 10 besar negara
tujuan ekspor produk fesyen Indonesia yaitu Amerika Serikat, Jepang, Jerman, Inggris, Belgia,
Korea Selatan, Belanda, China, Italia, dan Uni Emirat Arab.

Untuk pasar di dalam negeri, dengan jumlah penduduk yang mencapai lebih dari 237 juta jiwa
(sensus tahun 2010), Indonesia merupakan pasar yang potensial termasuk bagi pemasaran produk
fesyen. Hal ini juga ditunjang dengan daya beli masyarakat yang terus membaik dimana tercatat
pendapatan per kapita pada tahun 2012 mencapai US$ 3.562,6, meningkat sebesar 9,54% bila
dibanding tahun 2011 yang mencapai US$ 3.498,2.

Peluang pasar industri fesyen ini semakin besar dengan terjadinya peningkatan jumlah masyarakat
kelas menengah di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir. Hal ini dapat menjadi salah satu
faktor meningkatnya konsumsi masyarakat terhadap fesyen, dimana masyarakat kelas menengah
sudah mulai menjadikan fesyen berkualitas dan bermerek tertentu sebagai kebutuhan.
Indonesia Belum lepas dari impor Bahan Baku Tekstil

Bakal Meningkat

Namun demikian, Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Ade Sudrajat memperkirakan
impor produk TPT dari Cina akan meningkat. Menurut Ade, peningkatan impor TPT dari Cina sudah
terjadi sejak beberapa tahun terakhir, dan semakin melonjak setelah diberlakukannya perdagangan
bebas. “Mulainya 2010 mulai Free Trade Agreement, melonjaknya luar biasa, penetrasinya sudah
hampir 50-50, 50% sudah diambil alih sama Cina, sementara produk dari negara-negara lain 10%
kita hanya 40%,” jelas Ade.

Ade mengatakan produk tekstil ataupun garmen Indonesia kalah bersaing dengan Cina dari sisi
harga, kenaikan BBM dan upah buruh juga mempengaruhi kenaikan harga produk dalam negeri.
“TPT menguntungkan Cina dibandingkan Indonesia, dengan defisit yang bertambah dari tahun ke
tahun, sehingga menyebabkan kita seperti kurang daya saing, dan akan bertambah besar jika kita
tidak melakukan apapun, harus ada tindakan pengamanan lebih awal,” kata Ade.

Pemerintah juga diminta untuk meningkatkan perlindungan terhadap produk-produk dalam negeri
agar dapat bersaing dengan produk impor. Selain itu menurut Ade, peluang untuk merambah
pasar Cina sebenarnya cukup besar hanya saja perlu dukungan, termasuk infrastruktur.

Sejauh ini, produk pakaian dan tekstil dari Cina yang dijual di Pasar Tanah Abang telah menggeser
produk lokal. Meski demikian, produk lokal masih dapat bertahan karena pakaian dan tekstil asal
Cina lebih diminati oleh konsumen bawah, seperti disampaikan oleh pengurus Koperasi Pedagang
Tanah Abang Afrial Rifa'i .

“Sekitar 50-60% bahan -bahan cina mengasai pasar tanah abang, memang harganya murah tetapi
kualitasnya kurang, biasanya untuk pasaran ke daerah, pakaian jadi itu harganya sekitar 100 ribu
atau dibawahnya,” jelas Afrial.

Afrial mengatakan para pedagang di pasar Tanah Abang ada yang mengimpor langsung pakaian
jadi dari Cina dan menjualnya dengan harga murah. Amran salah seorang pedagang pakaian asal
Cina di Tanah Abang mengatakan produk impor dari Cina yang banyak diminati yaitu celana dan
busana muslim.(Digestex Maret 2014)
0 Comments

INDUSTRI PADAT KARYA DAPAT KERINGANAN PAJAK

14/11/2013

0 Comments

 
Industri Padat Karya Dapat Keringanan Pajak Pemerintah memberikan insentif untuk industri padat karya berupa keringanan pembayaran pajak penghasilan (PPh). Insentif tersebut diberikan kepada lima industri yaitu furniture, garmen, tekstil, mainan anak dan UKM.

Menteri Perindustrian MS Hidayat mengaku telah meneken aturan pemberian insentif tersebut. Namun, perusahaan yang diberikan insentif tersebut harus banyak menyerap tenaga kerja."Antara lain pendapatan, tapi antara lain juga berapa karyawan," ujar Hidayat di Jakarta. Untuk UMKM, lanjut dia, pihaknya juga memberikan beberapa syarat yaitu faktor omzet atau pendapatan harian.

Sebagaimana diketahui, krisis moneter dan krisis keuangan yang mengguncang Indonesia pada tahun 1998 serta 2008, sangat berpengaruh terhadap roda perekonomian Tanah Air. Namun, tidak semua sektor terguncang kala itu. Sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) terbukti lebih tahan terhadap guncangan krisis yang melanda.

"UMKM sudah terbukti di Tahun 1997 dan 2008 menjadi penyangga ekonomi rakyat, mereka tidak begitu terpengaruh dengan pelemahan nilai tukar," ungkap Wakil Ketua Komisi XI DPR Harry Azhar Azis.

Namun, lanjut Harry, sektor tersebut sangat rentan terhadap gejolak inflasi. Harry mengatakan, untuk kondisi saat ini, pertumbuhan sektor UMKM relatif lebih stabil ketimbang sektor lain."Pertumbuhan tentu akan mengalami penurunan tetapi tidak sebesar penurunan di sektor lainnya," imbuh Harry.

Meski diakui sebagai penopang perekonomian saat badai krisis melanda, sayangnya dalam 4 paket regulasi pemerintah yang baru saja dirilis, tidak terlalu jelas kaitannya dalam memberi stimulus pada sektor UMKM."Khusus UMKM yang berorientasi ekspor mungkin bisa meningkat pertumbuhannya karena ada insentif potongan pajak 30 % karena itu aturan teknisnya harus jelas dulu, saya yakin UMKM tidak terlalu terpengaruh atas gejolak nilai tukar akhir-akhir ini," tutur Harry.

Keringanan Pajak

Di tempat berbeda Wakil Menteri Keuangan Mahendra Siregar memaparkan kalau Kementerian Keuangan segera mengesahkan peraturan penundaan pajak dan keringanan pelunasan pajak bagi industri padat karya. "Sudah dalam tahap finalisasi,” kata dia.

Kata Mahendra, Menteri Keuangan telah berkonsultasi dengan Komisi Keuangan DPR untuk menentukan industri apa saja yang mendapatkan insentif ini. "Sudah disepakati, ada lima jenis industri padat karya, yaitu tekstil, garmen, alas kaki, mainan, dan furnitur,” ungkapnya.

Untuk kelima jenis industri itu, insentif yang diberikan adalah penundaan pembayaran pajak penghasilan pekerja diberikan sebesar 25% setiap bulannya. "Untuk industri yang berorientasi ekspor bahkan pengurangan pajaknya sampai 50%," ujar Mahendra.

Adapun insentif berikutnya berupa kelonggaran pelunasan pembayaran pajak hingga April tahun depan. "Kedua insentif ini bertujuan melindungi cash flow perusahaan agar lebih kondusif," Mahendra menjelaskan. Pemerintah berharap, dengan insentif ini, pengusaha tidak akan melakukan PHK di tengah kondisi pelemahan perekonomian dan tingginya ongkos produksi.(DIGESTEX)

 

Potensi Pasar Tekstil

Pada semester pertama tahun ini ekspor produk tekstil hanya mampu tumbuh tipis 2 persen. Untuk memperbaiki itu, pada semester kedua ini pemerintah dan pengusaha berusaha menggenjot ekspor ke negara-negara potensial. Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Ade Sudrajat mengatakan, di tengah kondisi yang sulit, pertumbuhan sekitar 2 persen sebenarnya sudah cukup baik. "Tapi kami bakal terus memperbaiki kinerja ekspor mengingat lesunya pasar domestik," katanya baru – baru ini.

Lesunya pasar domestik tersebut disebabkan kenaikan kebutuhan dasar masyarakat seperti pangan, listrik, dan pendidikan. Itu membuat alokasi anggaran belanja produk tekstil berkurang. Ade mengatakan, saat ini terdapat kondisi yang bisa menguntungkan pasar ekspor tekstil Indonesia. Salah satu negara produsen tekstil terbesar, yaitu Bangladesh, mengalami penurunan produksi. Sehingga pasar Amerika dan Eropa mulai mengalihkan permintaannya ke Indonesia. Menurut Ade, itu merupakan kesempatan yang harus dimanfaatkan oleh produsen tekstil. Ade yakin hingga akhir tahun ini ekspor tekstil bisa mencapai USD 13 miliar.

Sepanjang semester pertama tahun ini ekspor produk tekstil mencapai USD 6,5 miliar atau naik 2 persen jika dibandingkan masa yang sama tahun lalu USD 6,35 miliar. Petumbuhan yang sangat tipis itu disebabkan sejumlah faktor. Terutama, kondisi perekonomian dunia yang belum stabil sehingga permintaan masih rendah. Beban produksi juga bertambah karena dipengaruhi sejumlah regulasi pemerintah.

Atase Perdagangan Indonesia di Washington D.C Ni Made Marthini mengatakan, pasar produk tekstil di Amerika Serikat (AS) cukup besar. Tahun lalu ekpor tekstil Indonesia ke AS mencapai USD 5,1 miliar atau sekitar 45 persen dari total ekspor. "Jika melihat pasar tekstil di AS, tentu nilai itu sangat berpotensi ditingkatkan," jelasnya. Beberapa produk tekstil yang diminati di AS antara lain tas dan dompet kulit, sweater, aksesoris, kain tenun, hingga batik. Untuk membantu menggenjor ekspor, pihaknya memfasilitasi produsen tekstil Indonesia untuk memasarkan produknya melalui pameran. Misalkan saja pameran Sourcing@Magic di Las Vegas pada 18-21 Agustus kemarin.

Pada pameran itu pihaknya bekerjasama dengan Indonesian Trade promotion Center (ITPC) Los Angeles dan Chicago, dengan mendatangkan delapan perusahaan tekstil dan aksesoris dari Indonesia. Perusahaan itu yakni PT. Jaba Garmindo, PT Hakatex, PT Ind-Konnect Pearl of Silk, PT Leginayba, PT Kalyana Indonesia, Laga Designs International, PT Baguda Wear dan PT Excellence Qualities Yarn. "Kami mempertemukan perusahaan itu dengan buyers di AS. Sehingga disana bisa terjadi transaksi atau kerjasama," ucapnya.
0 Comments

EKSPOR TEKSTIL TUMBUH 3% SEMESTER I 2013

13/11/2013

0 Comments

 


Ekspor tekstil dan produk tekstil pada semester I/2013 hanya naik tipis 3% dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, jauh lebih rendah dari target sekitar 10%.

Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Ade Sudrajat mengatakan ekspor tekstil dan produk tekstil Indonesia masih tumbuh ketika ekspor industri lain mulai menurun.

Namun, dari target peningkatan 10% pada semester pertama tahun ini, ekspor hanya bisa tumbuh 3%. Adapun nilai ekspor semester I/2013 mencapai US$6 miliar.

“Masih bisa tumbuh bukan karena Indonesia kompetitif. Namun, karena kasus di Bangladesh yang menyebabkan pembeli Eropa dan Amerika Serikat beralih ke Vietnam, Kamboja, dan tentunya Indonesia. Makanya Indonesia masih tumbuh,” kata Ade.

Menurutnya, perekonomian dunia yang tengah melemah memang memberikan gejolak pada perekonomian Indonesia.  Namun, pihaknya masih merasa beruntung lantaran ekspor tekstil dan produknya masih bisa tumbuh dan surplus meski tak sesuai dengan target yang direncanakan.

Sepanjang tahun ini, API menargetkan ekspor TPT bisa mencapai US$13,4 miliar atau sama dengan realisasi 2011. Pada 2012, realiasi ekspor hanya US$12,5 miliar dan merupakan pertama kalinya ekspor TPT menurun.

Menurut Ade, hal itu disebabkan oleh adanya peraturan Menteri Keuangan yang mengharuskan perusahaan di luar kawasan Berikat membayar PPN.

Untuk bisa meningkatkan nilai ekspor, pihaknya juga mendesak pemerintah untuk untuk segera merealisasikan perjanjian perdagangan bebas dengan Uni Eropa. Tahun lalu, ekspor Indonesia ke Eropa turun dari 18% menjadi 16%.

“Indonesia dan Uni Eropa bisa saling mengisi sehingga pertumbuhan Indonesia akan tumbuh. Perdagangan dengan Uni Eropa juga akan meningkat tiga kali lipat serta penambahan pekerja hingga 200.000 pekerja,” jelasnya.

Nada optimis disampaikan, Benny Soetrisno selaku Dewan Pembina Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API). Menurutnya Ekspor industri tekstil nasional pada kuartal II 2013 diperkirakan tumbuh 4% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Salah satunya penyebabnya berasal dari peningkatan permintaan di pasar Asia. "Ekspor tekstil kuartal II diproyeksikan tumbuh 4%, yang mana peningkatan ekspor akan ditopang dari pertumbuhan di kawasan Asia, khususnya Vietnam karena mereka membutuhkan pasokan dari Indonesia," kata dia di Jakarta. Digestex 2013

0 Comments

November 12th, 2013

13/11/2013

0 Comments

 
0 Comments

KONDISI INDUSTRI TPT Benahi industri lokal agar tak makin terjungkal

29/4/2012

0 Comments

 
"Jika ingin bertahan, industri garmen kita harus memiliki spesialisasi produk dan kualitas yang lebih baik daripada China," ujar Asep Zainal, produsen pakaian jadi di sentra garmen Soreang, Bandung yang juga menjabat Ketua Himpunan Pertekstilan Kabupaten Bandung. Prinsip ini menjadi salah satu amunisi untuk mencari celah pasar di tengah ancaman produk China yang merajai pasar dunia.  Sebab, menurut Asep saat ini mulai banyak negara yang beralih membeli produk TPT buatan Indonesia ketimbang produk China, dengan alasan kualitas yang lebih baik.

“Beberapa negara seperti Malaysia, Brunei Darussalam dan Srilanka belakangan ini sudah mulai memesan produk garmen buatan kami yakni baju muslim secara rutin tiap bulan,” katanya.

Euis Saedah, Dirjen Industri Kecil dan Menengah (IKM) Kementerian Perindustrian menambahkan, karakter masyarakat di negara Eropa dan AS juga lebih menyukai produk tekstil berkualitas bagus. “Ini menjadi pasar yang empuk bagi produk TPT kita,” ujar Euis.

Memang, industri tekstil dan produk tekstil (TPT) menjadi salah satu sektor industri yang mendapat pukulan berat dari pelaksanaan perdagangan bebas ini. Padahal, industri TPT selama ini mampu menciptakan devisa negara dan membuka lapangan kerja yang besar alias padat karya.

Menurut data Kementerian Perindustrian (Kemenperin), nilai ekspor TPT Indonesia di 2010 yang sebesar US$  10,97 miliar,  hanya sekitar US$ 300,89 juta yang hasil dari ekspor ke China. Sementara, total impor TPT sebesar US$ 5,81 miliar, sekitar US$ 1,65 miliar merupakan kontribusi produk TPT dari China.

Itu artinya, produk TPT dari China jauh lebih banyak membanjiri pasar di dalam negeri, ketimbang produk TPT yang dikirim ke China. Walaupun, neraca perdagangan Indonesia dengan China masih mengalami surplus US$ 5,16 miliar.  “Sebab, produk tekstil kita banyak diekspor ke AS dan Eropa sehingga bisa surplus,” ujar Ade Sudrajat Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API).

Selain itu Kemenperin mencatat, industri TPT pun menyerap tenaga kerja terbesar di sektor industri manufaktur yaitu 10,6% dari total tenaga kerja industri manufaktur yang sebanyak 12,62 juta orang. Artinya, industri TPT menyerap sekitar 1,33 juta tenaga kerja di 2009.

Defisit perdagangan di sektor garmen dan kain

Walaupun perdagangan TPT dengan China tahun lalu mengalami surplus, namun di beberapa sub sektor tetap mengalami defisit yang signifikan, yakni garmen atau pakaian jadi dan produk kain.

Defisit perdagangan produk garmen Indonesia terhadap China di 2010 sebesar US$ 86 juta.  Nilainya, impor pakaian jadi di 2010 sebesar US$ 100 juta, sementara nilai ekspornya hanya US$ 23 juta.

Sedangkan, defisit perdagangan kain dengan China di 2010 lebih bombastis, yaitu mencapai US$ 950 juta.  Indonesia hanya bisa ekspor kain ke China di 2010 senilai US$ 50 juta,  namun China bisa impor kain mencapai US$ 1 miliar.

"Kita selalu akan sulit bersaing dengan produk China di sektor pakaian jadi dan kain," ujar Ade.

Masalahnya, perbedaan kapasitas produksi pabrik antara Indonesia dan China sangat besar. Ade bilang, kapasitas terpasang produk tekstil di China 25 kali lebih besar ketimbang di Indonesia. Kebutuhan tekstil yang sudah terpenuhi di negaranya, China lantas mencari pasar di luar negeri untuk menyalurkan produk tekstilnya yang terlampau besar.

Di lain sisi, besarnya produksi tekstil di China itu juga memberi peluang berkembangnya industri TPT di dalam negeri, khususnya di sektor hulu, yakni serat dan benang polyester. "Struktur industri di kedua sub sektor ini sudah cukup lengkap, sehingga menjadi kekuatan industri TPT di dalam negeri" ujar Panggah Susanto Direktur Jenderal Basis Industri Manufaktur Kementerian Perindustrian.

Naiknya kebutuhan bahan baku dari China, tentu membuat ekspor bahan baku tekstil ini meningkat tajam. Ekspor serat  pada 2010 mencapai US$ 45 juta, sementara impor serat dari China sebesar US$ 40 juta di 2010. Sehingga perdagangan serat dengan China tahun lalu mengalami surplus sekitar US$ 5 miliar.

Begitu pula dengan perdagangan benang polyester dengan China. Indonesia mengalami surplus perdagangan hingga US$ 17 juta. Di 2010 ekspor benang ke China sebesar US$ 110 juta dan impor benang dari China hanya US$ 93 juta.

Tapi kembali lagi, masalah kapasitas produksi harus segera dicari solusinya. "Sejak 1998 setelah krisis moneter praktis tidak ada tambahan kapasitas produksi industri TPT," kata Panggah.

Langkah restrukturisasi permesinan sebagai salah satu usaha meningkatkan kapasitas produksi TPT sebenarnya telah berjalan sejak 2007. Pada awal program restrukturisasi mesin di 2007, Kemenperin menyiapkan dana RP 255 miliar, lalu naik menjadi Rp 330 miliar di 2008.

Namun, memasuki 2009, dana subsidi restrukturisasi mesin tekstil menyusut menjadi Rp 240 miliar dan di 2010 kembali turun menjadi Rp 150 miliar. Tahun ini, Kemenperin malah hanya menganggarkan subsidi revitalisasi mesin untuk TPT sebesar Rp 140 miliar. Kami mengusulkan tambahan Rp 100 miliar untuk dana subsidi tahun ini untuk memenuhi kebutuhan industri,” kata Panggah. 

Harga kapas membubung tinggi

Di luar masalah internal, industri ini pun harus menghadapi kenaikan harga kapas dunia akibat cuaca ekstrem yang tidak bisa diprediksi. Kualitas kapas di dalam negeri masih sangat rendah, sehingga 99% kebutuhan kapas untuk industri tekstil harus impor.

Merujuk data Bloomberg, harga kapas di pasar komoditi ICE Futures London, harga kapas pada Kamis (21/4) untuk kontrak pengiriman Juli 2011 berada di posisi US$ 167,70 per pound. Angka ini sudah melemah 17,78% dibanding rekor harga kapas yang sempat menyentuh US$ 203,97 per pound pada Senin (7/3).

Jika harga rekor kapas dibandingkan dengan harga kapas terendah sepanjang 2010 yang berada di posisi US$ 72,98 pound pada 5 Februari 2010, harga bahan baku pembuatan kain ini telah melonjak 179,48%.

Asep mengaku, ia harus merogoh kocek dua kali lipat lebih untuk membeli katun sebagai salah satu bahan baku industri garmennya ini. Saat ini, satu bal katun harganya bisa mencapai Rp 10 juta. Padahal sebelum terjadi lonjakan harga, katun dihargai sekitar Rp 5 juta per bal.

Lantaran harga bahan baku makin mahal, para pengusaha garmen usaha kecil dan menengah (UKM) di Soreang yang terdiri dari 512 unit kerja ini telah memangkas produksinya sekitar 15%.

Tadinya, tiap unit kerja bisa memproduksi sebanyak 13.000 potong pakaian muslim per minggu. Artinya, sekarang rata-rata produksi mereka hanya sekitar 11.000 potong pakaian saban minggu.

Selain mengurangi produksi, mereka juga mencampur komposisi penggunaan bahan dengan polyester yang notabene lebih murah, karena bahan bakunya bisa didapat di dalam negeri. "Saat ini sekitar 30% bahan konveksi menggunakan polyester dan 60% berasal dari katun," ujar Asep.

Yusak Sulaiman, pemilik pabrik garmen jins bernama PT Tri Yudia Busana Mas di Bandung ini pun merasakan persaingan dengan produk impor makin ketat. Cara menyiasatinya, ia mengeluarkan persediaan produk garmennya yang lama. “Dari keuntungan penjualan stok lama itu, buat tambahan membeli bahan baku yang harganya terus naik itu,” kata Yusak.

Beruntung, Yusak mengaku produk jins buatannya tidak begitu merasakan goncangan hebat. Malah, tahun ini ia akan memperbanyak kuantitas produk garmennya untuk pasar ekspor di beberapa negara seperti Italia, Timur Tengah, Prancis dan Belgia.  “Karena saya menyasar kalangan menengah ke atas, produk China tidak banyak bermain di pasar tersebut,” ujar Yusak.

Lantaran permintaan ekspor tetap kuat, Yusak juga menaikkan kapasitas produksi pabriknya tahun ini sebesar 25%. Dari  produksi sebanyak 40.000 potong per bulan di 2010 menjadi 50.000 potong per bulan.

Bagaimanapun kondisinya, para pengusaha ini dituntut untuk mampu menyelamatkan diri masing-masing. “Kami sudah terbiasa harus berjalan sendiri untuk bisa terus bertahan,” ujar Asep. 20/04/2012 kontan.co.id.

0 Comments

NVESTASI JABAR: Investasi TPT asing agar digiring ke padat karya

23/2/2012

0 Comments

 
_
BANDUNG (bisnis-jabar.com): Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jawa Barat berharap pemerintah bisa mengarahkan investasi TPT asing diarahkan ke industri padat karya, seperti garmen supaya mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah dan tidak membunuh perusahaan dalam negeri.

Berdasarkan catatan API, sejumlah pemodal asal China dan Malaysia mengaku tertarik menanamkan modalnya dengan membidik sektor tekstil dan produk tekstil (TPT) di Jabar. Namun begitu, API belum bisa merinci berapa jumlah investasi dari dua negara tersebut yang siap masuk.

Sekretaris API Jabar Kevin Hartanto mengatakan industri padat karya membutuhkan banyak pasokan sumber daya manusia, sehingga bisa membantu memperkecil jumlah pengangguran.

“Kalau investasi asing masuk ke industri padat karya ada sisi positifnya, berbeda apabila pemodal asing memilih investasi pada industri padat modal yang bisa meningmbulkan efek negatif a.l penyerapan tenaga kerjanya rendah, dan pengusaha lokal kesulitan bersaing,” katanya, hari ini.

Kevin mengatakan saat ini China mulai gencar melirik negara berkembang karena iklim usaha di negeri itu mulai didera masalah seperti upah, undang-undang perburuhan, dan energi membuat banyak pengusaha China mencari lokasi lain untuk mengembangkan bisnis.

Selain pengusaha asal Negeri Tirai Bambu, API Jabar pun mensinyalir pengusaha Malaysia juga berminat membuka pabrik tekstil di Jabar.

Kevin mengatakan jumlah perusahaan TPT di Jabar mencapai 200 unit usaha. Dari jumlah tersebut, hampir sebagian bergerak di bidang pertenunan dan kain jadi.

“Minat itu, terlihat dalam sejumlah kunjungan yang telah dilakukan oleh para pengusaha TPT dari Jabar ke dua negara tersebut, dan menunjukkan antusias yang tinggi.”(yri) 22 Febuari 2012 Bisnis Indonesia(Bisnis.jabar.com)

0 Comments
<<Previous
    Berita Media Partner

    Archives

    January 2015
    April 2014
    November 2013
    April 2012
    February 2012
    November 2011
    October 2011
    September 2011
    August 2011
    June 2011
    May 2011
    April 2011
    March 2011
    February 2011
    January 2011
    December 2010
    November 2010
    October 2010
    September 2010
    August 2010
    July 2010
    June 2010
    May 2010
    April 2010

    Categories

    All
    Antara
    Arsipberita.com
    Beritajakarta.com
    Beritajakarta.com
    Bisnis .com
    Bisnis.com
    Bisnis.Com
    Bisnis Indonesia
    Bisnis .jabar.com
    Detikfinance
    Detik Finance
    Digestex
    Harian Analisa
    Investor Daily
    Investor Indonesia
    Jakarta | Business
    Jakarta.go.id
    Kompas
    Kompas.com
    Kontan
    Kontan.co.id
    Media Indonesia
    Okezone
    Okzone.com
    Pikiran Rakyat
    Republika
    REPUBLIKA.co.id
    Seputar Indonesia
    Sindo
    Suara Karya
    Tempo
    The Jakarta Post
    Tv One
    Www.indotextiles.com

    RSS Feed

Powered by Create your own unique website with customizable templates.