Pasalnya data menunjukan bahwa Indonesia cenderung dirugikan atas kerjasama ini.Pengamat ekonomi universitas Indonesia(UI) Firmanzah mengungkapkan waktunya bagi pemerintah yang di wakili menteri perindustrian dan menteri perdagangan,duduk bersama dengan dunia usaha yang melibatkan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) serta Asssosiasi pengusaha lainnya untuk membahas kelanjutan kebijakan pasar bebas ACFTA yang sudah diberlakukan lebih dari satu tahun.
Mereka yang merasa dirugikan,sudah waktunya membicarakan mengenai kelanjutan kebijakan ini,"tegas Firmanzah di Jakarta kemarin.
Dia menilai evaluasi atas kebijakan ini mutlak diperlukan mengingat kondisi saat ini semangkin tidak menguntungkan bagi dunia usaha dalam negeri.Firmanzah menuturkan,defisit perdagangan Indonesia dan China yang semangkin melebar merupakan sala satu bukti bahwa kerja sama ACFTA ini merugikan Indonesia.Berdasarkan data Kementerian Keuangan,secara umum total export Indonesia sepanjang Febuari 2011 tercatat sebesar USD 14,4 miliar atau tumbuh 27,4% dibandingkan tahun lalu.Sementara dari produk import dari China,tumbuh signifikan dibandingkan realisasi export Indonesia kenegara tersebut.Padahal dalam kurun waktu 2000-2007 ,export-import Indonesia dengan China tercatat relatif masih tumbuh seimbang.namun sejak 2007 hingga 2011,pertumbuhan import dari China lebih cepat dan membuat terjadinya defist perdagangan bagi Indonesia.
Sejauh ini tercatat besaran defisit Indonesia-China sekitar USD5-7 miliar.Selama Januari 2011 saja,defisit mencapai USD0,66 miliar, meningkat USD0,26 miliar jika dibandingkan dengan januari 2010 lalu."Dari data tersebut jelas terlihat terjadi ketimpangan antara barang masuk dan keluar.Defisit itu menunjukan kita dirugikan dan sekaligus bisa mendorong untuk negosiasi ulang kebijakan ACFTA,juga dengan pengetatan bea masuk antidumping,counterveiling duties, dan bea masuk pengamanan (safeguard)."industri kita juga harus ditata agar kita bisa lebih banyak eksport ke China daripada impor dari, China,"ujarnya.
Namun,Kementerian perencanaan Pembangunan Nasional(PPN) Bapenas menilai kesepakatan dalam ACFTA sulit untuk direvisi,sebab kesepakatan yang tertuang dalam ACFTA tersebut merupakan kesepakatan jangka panjang yang telah disetujui."Didalam yang namanya skenario globalisai itu kan ada wilayah wilayah regional. yang sudah berkomitment untuk melakukan perdagangan bebas terbatas seperti ACFTA.Apakah kita mau mereview itu?Itu kan sudah berlaku, tapi apakah kita akan mengubah kesepakatan jangka lama yang sudah kita teken itu,kan sulit,"kata Sekretaris Menteri PPN/Sestama Bappenas Syahrial Loetan.
menurut dia,yang seharusnya dilakukan saat ini adalah mengejar ketertinggalan,bukani melihat kembali kesepakatan yang telah ada dan sudah berjalan.Indonesia,kata dia perlu melihat kembali efisiensi dan inovasi untuk mendukung daya saing.Indonesia perlu mencontoh China yang bisa menjual barang murah lantaran mereka melihat bahwa daya beli masyarakat masih rendah.
Syahrial menambahkam,langkah merevisi ulan kebijakan ACFTA memang yang cukup penting.namun revisi yang dimaksud jangan lantas merevisi kesepakatan yang sudah ada."sebaiknya kita mereview diri kita sendiri, apa yang kurang,apakah skill ditambah atau waktu kerja kita terlalu panjang.karena kalau kita marah marah engak meyelesaikan masalah,globalisasi ini tidak bisa dihindari,kita enggak bisa bermanja- manja untuk tunggu dulu engak msuk dalam kesepakatan,'terangnya.