"Angka kerugian itu diperoleh dari nilai perdagangan yang kita tukarkan di ACFTA. Karena kita harus menurunkan tarif bea masuk hingga menjadi nol persen," terang Wakil Sekretaris Umum Apindo Franky Sibarani, dalam diskusi di Jakarta, Selasa (4/5).
Dari angka kerugian itu, imbuhnya, pemerintah sendiri hanya memberikan kompensasi US$43 juta. "Itu baru dari sisi kebijakan tarif," ujarnya.
Sejauh ini, ia menilai, sejumlah kementerian dan lembaga yang berada di bawah komando Kementerian Koordinator Perekonomian, belum banyak yang menyiapkan kompensasi sebagai bantal pengaman bagi industri.
Tim Koordinasi Penanganan Hambatan Industri dan Perdagangan bentukan pemerintah sejak 2009 juga dianggap tak bergigi. Buktinya, kata Franky, perkembangan ekspor Indonesia ke China pada triwulan I/2010 masih didominasi bahan tambang mineral dan energi.
Sementara bagi industri di dalam negeri, komitmen peningkatan daya saing justru kontradiktif dengan kebijakan penaikkan tarif dasar listrik (TDL) dan kecukupan gas untuk pasar domestik. "Katanya kita sedang naikkan daya saing? Mengapa semua dinaikkan atas dasar anggaran? Bukannya karena kebutuhan," paparnya.
Untuk itu Franky menuturkan, Apindo beserta 20 asosiasi nasional akan menyampaikan secara resmi, penolakan kenaikan TDL dan jaminan pasokan gas di kantor Asosiasi Pertekstilan Indonesia, (Rabu 5/5).
Selain kebijakan di sektor energi, lambannya gerak pemerintah juga terlihat dari regulasi di sektor industri dan perdagangan. "Penerapan standar nasional Indonesia (SNI) kita sangat lambat. Dari 11.000 produk, baru 58 produk saja yang wajib SNI," ungkap Franky.
Apindo juga meminta Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu untuk mempercepat pemberlakuan Peraturan Menteri Perdagangan mengenai labelisasi bahasa Indonesia, dari 1 Januari 2011 menjadi 1 Juli 2010.
Sementara Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI) dan Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) diminta untuk lebih proaktif mengeluarkan kebijakan nontariff barrier. "Apalagi DPR sudah menaikkan alokasi anggaran mereka. Dari rata-rata Rp5 miliar-Rp10 miliar menjadi Rp50 miliar tahun ini," cetusnya. (Zhi/OL-7)