"Kita melihat itu merupakan tantangan. Kita harus lihat resiprokalitasnya. Indonesia tidak pernah lihat resiprokalitas. Jadi sebetulnya kaki dari perjanjian perdagangan itu ada tiga, yakni trade itu sendiri, investasi, dan services," kata Ketua Komisi VI DPR RI Airlangga Hartarto di Jakarta, Senin (17/5).
Menurut Airlangga, terdapat beberapa keuntungan dari AIFTA, yang bisa didapatkan oleh Indonesia, terutama dari segi investasi. Investor India selama ini cenderung lebih cepat masuk dibanding dengan China.
"Sudah banyak investor India yang sudah masuk ke Indonesia. Seperti baja, tekstil, dan petrokimia. Belum full manufacturing, masih agen,"ujarnya.
Sementara itu, dari segi struktur industri, lanjutnya, India memiliki karakteristik yang hampir sama dengan China, yakni maju di sektor manufaktur seperti besi dan baja, serta tekstil, dua sektor dengan pos tarif terbanyak yang masuk dalam renegosiasi ACFTA. India juga memiliki keunggulan di produk-produk elektronik.
''Tapi, jarak India-Indonesia lebih jauh daripada China-Indonesia, jadi ada faktor freight. Biaya logistik dari India ke Indonesia lebih besar dibanding jika dari China. Jadi potensi dampaknya (AIFTA) tidak sebesar dengan Cina (ACFTA),'' ucapnya.
Meski demikian, Airlangga tidak menampilk jika terdapat kemungkinan barang-barang produksi Indonesia terdesak oleh barang India nantinya. Maka dari itu, ia berharap adanya penguatan daya saing.
Menurut Airlangga, sektor yang paling rentan terancam adanya AIFTA adalah tekstil. "Dua kali dipukul China dan India. Industri tekstil paling rentan karena bukan integrasi dari multinasional. Industri tekstil kita kan low end juga atau raw material, sehingga daya saingnya lemah," paparnya.
Kendati demikian, Airlangga menegaskan, dampak dari AIFTA lebih ringan apabila dibandingkan dengan ACFTA. "India tidak terlalu seberbahaya China, karena ada beberapa faktor tadi. Mereka punya domestik consumption kuat. Industri kainnya berbeda dengan Indonesia. Kita lebih grey cotton, mereka lebih ke produk dengan nilai tambah lebih tinggi,"jelasnya.
Dihubungi secara terpisah, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Gita Wirjawan mengharapkan, AIFTA bisa menggenjot investasi yang masuk dari India.
"Semangatnya sih saya dukung. Yang penting sosialisasinya, jangan seperti FTA yang lain. Momentum ini baik agar investasi India bisa masuk, dan produksi kita bisa diterima di India," katanya.
Berdasarkan data BKPM, China menduduki peringkat ke-13 dalam realisasi investasi asing ke Indonesia dengan nilai US$51,2 juta. Sementara itu, India di peringkat ke-16 dengan nilai US$24 juta.