Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu mengatakan untuk itu pemerintah terus berupaya meningkatkan pembangunan infrastruktur guna mendorong pelaku usaha agar bisa lebih kompetitif.
“Ini menjadi pekerjaan rumah utama. Perlu ada master plan dalam pembangunan infrastruktur, khususnya dalam menyusun koridor ekonomi,” katanya saat membuka dialog dengan wartawan di Bandung, hari ini.
Dia mengatakan pembangunan infrastruktur secara merata juga bisa mengurangi disparitas antara satu daerah dengan daerah lainnya.
Mari khawatir dengan infrastruktur yang tidak merata akan membuat produk dari daerah tertentu saja yang bisa bersaing di pasar dalam negeri ataupun dalam perdagangan internasional.
Dia mengatakan perlu ada pemetaan wilayah dengan melihat potensi daerah sebelum membangun infrastruktur agar produk yang dihasilkan memiliki daya saing.
“Misalnya di mana harus membangun jalan, gudang, ataupun pelabuhan agar arus barang, orang, dan jasa tidak terganggu,” ujarnya.
Selain keterbatasan infrastruktur, Mendag mengatakan permasalahan lain yang dihadapi pengusaha ialah kenaikan harga bahan baku, penyelundupan, persaingan dengan produk impor, dan minimnya sumber daya manusia (SDM) yang andal.
Dia mencontohkan industri tekstil dan produk tekstil (TPT) yang mengeluhkan harga kapas yang telah naik hingga empat kali lipat. “Pengusaha TPT mengeluhkan harga bahan baku yang naik cukup tinggi. Selain itu, mereka juga harus bersaing dengan produk impor,” katanya.
Namun demikian, Mari mengatakan pengusaha TPT masih bisa memanfaatkan peningkatan daya beli masyarakat dan masih besarnya peluang impor untuk meningkatkan daya saing produk. Sebagai contoh, China merupakan produsen TPT besar, tetapi kebutuhan produk tekstil di negara itu masih cukup besar.
Pengusaha TPT dalam negeri, kata dia, tetap unggul dalam produk benang dibandingkan dengan China. “Pengusaha TPT mengakui kesulitan bersaing pada produk kain, tetapi benang produksi dalam negeri masih lebih unggul,” katanya.
Keuntungan lainnya, kata Mari, cukup banyak pabrik TPT di China yang beralih ke negara lain akibat apresiasi mata uang dan meningkatnya biaya tenaga kerja. Hal ini akan membuat pembeli asing seperti Amerika Serikat memecah impor ke negara lain.
“Sementara itu, permasalahan yang dihadapi industri sepatu ialah keterbatasan SDM, seperti tenaga penjahit. Namun, peluang untuk meningkatkan daya saing sepatu tetap ada melihat besarnya potensi pasar,” ujarnya. (er)
Oleh Roberto Purba