Demikian dikatakan oleh Kepala BPH Migas, Tubagus Haryono, usai mengikuti rapat tersebut. Selain upaya menyelesaikan kebjakan gas nasional tersebut, Wapres Boediono meminta jajaran kementeriannya yang berhubungan dengan kebijakan gas untuk mencari neraca gas. “Supply demand gas nasional kita antara kemampuan untuk mensuply dengan kebutuhan baik eksisiting maupun untuk pertumbuhan yang akan datang,” kata Menteri Negara BUMN, Mustafa Abubakar di tempat yang sama.
Jadi, lanjutnya, wapres telah mengarahkan para menterinya agar membuat daftar sektor yang tersumbat baik dalam bidang produksi, dalam bidang distribusi termasuk infrastruktur terminal, baik terminal yang besar receiving terminal yang kini termasuk juga pengadaan pipa gas.
Kemudian Wapres pun mengarahkan agar kebijakan harga yang dibuat lebih banyak diperuntukkan bagi kebutuhan dalam negeri dan sebagian untuk ekspor. “Ini keseimbangan yang juga harus dianalisa, karena kita tahu bagi daerah yang sulit di dalam negeri kurang visible, jadi kemungkinan ekspor itu terbuka, “ katanya.
Namun demikian, ia menekankan, di atas segalanya itu yang lebih penting adalah memenuhi kebutuhan gas dalam negeri. Kebijakan tersebut penting dilakukan untuk menopang pertumbuhan ekonomi.
Karenanya, poin penting dari kebijakan gas nasional yang akan dilakukan tersebut adalah hal-hal yang terkait manajemen permintaan dan penyaluran. Untuk itulah perlu dilakukan penyesuaian untuk membuat neraca gas dengan tepat.
Namun, saat ditanya terkait hal tersebut Mustafa hanya menjawab penyesuaian belum spesifik dilakukan kepada perusahaan, dan belum terlalu masuk kepada daerah. “Tapi tadi dilaporkan oleh Dirjen migas maupun BP migas bahwa daerah-daerah potensial cukup tersedia seperti di Masela, Indonesia timur Arafura masih banyak potensi,” katanya. Sayangnya, perizinan yang masih ada di BP Migas juga perlu dievaluasi lagi.