Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Ade Sudrajat Usman mengatakan, lonjakan harga kapas akan menguras modal kerja perusahaan yang nantinya berdampak pada kapasitas produksi. “Lonjakan harga ini akan menguras working capitalindustri dan tentu saja bisa mengganggu cash flow.Karena modal kerja yang menyusut, dipastikan kapasitas produksi akan turun.
Hal ini terjadi meski mungkin secara nilai masih tinggi dan menjanjikan profit karena didorong kenaikan harga jual,” ungkap Ade di Jakarta kemarin. Selain itu, industri hulu TPT pun harus menaikkan harga akibat kenaikan harga bahan baku.Di sisi lain, industri hilir sulit untuk menaikkan harga jual karena kesepakatan penjualan dan harga di buat di awal. “Itu berisiko karena ketika barang terjual dan mereka membutuhkan feed stock untuk produksi berikutnya, harga sudah naik,”papar Ade.
Dia menegaskan, harga kapas akan sulit mengalami penurunan sepanjang tahun ini. Pasalnya, kapas yang diperdagangkan di pasar berjangka adalah untuk pengiriman hingga Januari 2012. Cara yang bisa dilakukan untuk mengantisipasi lonjakan harga kapas salah satunya adalah dengan meningkatkan porsi komposisi penggunaan serat rayon dan poliester produksi dalam negeri. Saat ini penggunaan kapas di dalam negeri mencapai 40%, sedangkan serat rayon hanya sekitar 20– 25%.
Dengan demikian,pemerintah harus berupaya untuk menggenjot penggunaan bahan baku lokal. Direktur Eksekutif Indotextiles Redma Gita Wirawasta menerangkan, untuk mengantisipasi lonjakan harga kapas, seharusnya Indonesia bisa menerapkan tindakan pengamanan perdagangan (safeguard) benang kapas asal India dan China.
“Kalau safeguard bisa disetujui menteri keuangan, artinya impor benang kapas akan berkurang, produsen akan kurangi produksinya,harga pun akan lebih murah,”paparnya. Selain itu, Redma berharap Indonesia bisa meniru langkah Amerika Serikat untuk bernegosiasi dengan India.“Amerika Serikat itu bisa melobi India untuk melepaskan hambatan bea keluar dan kuota ekspor,”ungkapnya. (sandra karina)