Wakil Ketua DPRD DKI, Lulung Lunggana, mengatakan, dalam kaitan kebijakan energi di lingkungan DKI Jakarta, eksekutif perlu menjajaki pembentukan BUMD energi yang akan menjamin pasokan kebutuhan energi di kota Jakarta. “Selain itu untuk menghindari ketergantungan kita dari sumber-sumber energi yang kini menjadi andalan Pemprov DKI. Karena kita sudah mampu memenuhi kebutuhan energi melalui BUMD ini,” kata Lulung di DPRD DKI, Jakarta, Rabu (5/5).
Pemprov DKI dapat membentuk Perusahaan Gas Daerah (PGD) yang dapat melakukan suplai langsung ke konsumen. Tak hanya itu, dengan BUMD ini bisa mendapatkan energi gas secara langsung dari produsen gas di wilayah kerja minyak dan gas. Dengan begitu, tarif gas pun bisa menjadi murah dibandingkan dengan tarif gas yang ditetapkan BUMN.
“Jika hal itu bisa terwujud maka banyak keuntungannya. Di antaranya dapat meningkatkan pelayanan bus Transjakarta. Karena bus Transjakarta bisa mengisi gas di stasiun pengisian bahan bakar gas (SPBG) milik DKI dengan cepat dan harga murah,” ujarnya.
Menanggapi hal tersebut, Gubernur DKI Jakarta, Fauzi Bowo, menegaskan, Pemprov DKI sudah lama memiliki pemikiran untuk membentuk BUMD energi listrik dan gas. Namun, pembentukan BUMD tersebut bukan sesuatu yang mudah. Sehingga tidak bisa dibentuk dengan terburu-buru tanpa ada perencanaan matang atau melewati pengkajian yang tepat.
“Sudah lama kita ingin bentuk BUMD energi, tapi kita tidak mau terburu-buru. Pertama, kita harus pelajari betul kebutuhan energi di Jakarta pada masa sekarang dan di masa yang akan datang,” kata Fauzi Bowo di Balaikota DKI, Jakarta, Rabu (5/5).
Tidak hanya mempelajari kebutuhan energi namun juga harus melihat dan mempelajari pola suplai energi di Jawa-Bali. Setelah itu, baru dilakukan kajian terhadap pembentukan BUMD energi. Ia mengakui, pengkajian pembentukan BUMD energi masih dilakukan dan belum rampung. Salah satu hal yang sedang dikaji yaitu sistem permodalan, apakah akan berdiri sendiri atau akan bergabung dengan pihak swasta.
Proses pengkajian dilakukan untuk melihat pemenuhan kebutuhan listrik bagi Jakarta pada 10-15 tahun ke depan. Ditambah lagi, pada tahun 2016 mendatang direncanakan subway berbasis mass rapid transit (MRT) akan beroperasi dan membutuhkan energi listrik dalam kuantitas besar. “Mungkin MRT ada baiknya memiliki power plan sendiri untuk listrik. Tetapi pembentukan BUMD energi ini tidak eksklusif untuk MRT saja, bisa juga sebagian digunakan untuk kepentingan public transport,” tegasnya.
Berdasarkan data World Wildlife Fund (WWF) Indonesia, konsumsi energi listrik di Indonesia terfokus di Jawa-Bali yakni sebesar 78 persen dari total keseluruhan konsumsi listrik nasional, karena 68 persen konsumennya berada di pulau Jawa-Bali. Bagian Indonesia yang lain mendapatkan porsi lebih kecil. Konsumsi listrik sebanyak total 29.605 GWH atau 23 persen total konsumsi listrik Indonesia, terfokus di DKI Jakarta dan Tangerang.
Sedangkan kebutuhan pasokan energi listrik untuk MRT diperkirakan 50 megavolt. Untuk memenuhi kebutuhan itu, nota perjanjian kerja sama PLN dan Pemprov DKI sudah ditandatangani Senin 15 Juni 2009. PLN mungkin akan membangun beberapa gardu di sepanjang rute MRT, untuk menjaga kestabilan tegangan.