Perlindungan tersebut di antaranya melalui dukungan pendanaan berupa pinjaman lunak kepada Indonesia melalui Bank Exim Indonesia.
Ketiga sektor yang mendapatkan prioritas tersebut adalah besi dan baja, alas kaki, dan tekstil serta produk tekstil (TPT). Sehubungan dengan hal itu, Kemenperin telah berkoordinasi dengan ketiga asosiasi itu terkait dengan saran dan pertimbangan menanggapi tawaran tersebut.
Menteri Perindustrian M.S. Hidayat mengatakan untuk TPT dan alas kaki, tawaran tersebut dapat dimanfaatkan dalam rangka memperkuat daya saing untuk meningkatkan ekspor ke China.
“Meski demikian, perwakilan dari asosiasi baja berpendapat tawaran tersebut bukan solusi yang tepat karena produk besi dan baja Indonesia telah diprioritaskan untuk digunakan di dalam negeri dibandingkan dengan pasar ekspor,” katanya dalam raker gabungan antara Menteri Koperasi, Menteri BUMN, Menteri Perdagangan, Kepala BKPM dan Menperin, hari ini.
Direktur Jenderal Industri Logam Mesin Tekstil dan Aneka Kemenperin Ansari Bukhari mengatakan perwakilan asosiasi baja lebih memilih alternatif pembentukan suatu komite yang beranggotakan Kemenperin, Kementerian Perdagangan, dan asosiasi baja untuk secara bertahap dan berkesinambungan melakukan monitoring terhadap produk impor dari China, khususnya produk berkualitas rendah.
“Selain itu, beberapa langkah disiapkan dalam rangka pengamanan industri baja dalam negeri seperti penggunaan produksi dalam negeri, insentif fiskal berupa bea masuk ditanggung pemerintah [BM-DTP],” katanya.
Menurut Hidayat, Kemenperin juga akan memprioritaskan perlindungan tiga sektor industri tersebut dalam menghadapi ACFTA yang telah berlangsung sejak 1 Januari 2010.
Dia mengatakan tiga sektor ini mencakup hampir 80% dari 228 pos tarif yang dibebaskan dalam kerja sama tersebut. “Ini menjadi keprihatinan kita bersama karena secara bersamaan daya saing ketiga sektor industri ini sangat sensitif. Oleh karena itu, pemerintah mendorong ketiga sektor itu untuk dilindungi,” ujarnya.